Saudara-saudari terkasih dalam Kristus Tuhan, damai bagimu sekalian! Saya mengajak kita sekalian meluangkan waktu sejenak merenungkan pesan Injil hari ini karena pesannya masih tetap aktual untuk kita. Saya mau mulai dengan pertanyaan berikut: Di manakah sumber kebahagiaan hidup?
Saat ini, kita hidup di zaman yang bisa spontan menjawab pertanyaan tadi: kita cukup melihat iklan-iklan yang ditayang di televisi atau media-media sosial. Instrument-instrumen komunikasi ini memberi solusi untuk memperoleh kebahagiaan hidup: awet muda, bentuk tubuh yang bagus, cool, wajah menawan, berkeliling dunia, hidup di kota besar, memperoleh banyak “like” di Facebook, banyak uang dan masih banyak hal duniawi yang lain.
Bacaan-bacaan hari ini memberi kita jawaban dari mana sumber kebahagiaan hidup. Bacaan injil hari ini mengisahkan pertemuan Yesus dengan seorang kaya. Markus dalam menulis kisah ini tidak menyebut nama dari orang kaya ini, sang anonim ini bisa kita identifikasikan dengan diri kita masing-masing. Atas pertanyaan penuh iman dari orang kaya ini tentang apa yang harus ia perbuat untuk memperoleh hidup yang bahagia dan kekal, Yesus memberi “daftar” perintah Allah, “daftar” sikap atau cara hidup yang harus dilakukan. Orang kaya ini menjawab bahwa semuanya sudah ia lakukan sejak masa mudanya. Tentunya suatu kebajikan hidup yang luar biasa dan membuat dia bahagia karena dia mampu mematuhi aturan-aturan itu secara baik. Karena dia dalam nada bangga (worldly proud) menyatakan hal itu kepada Yesus bahwa yang terkesan mau mengukapkan secara tak langsung bahwa dirinya sudah menggapai kebahagiaan.
Namun Yesus, yang mengenal hati dan pikiran semua orang, menghantar orang kaya ini untuk menemukan suatu bentuk kebahagiaan yang lebih dalam dari apa yang sudah digapainya. Injil menyebutkan bahwa Yesus menghantar dia menemukan bentuk kebahagiaan itu dengan cara “memandang dia dan menaruh kasih kepadanya” (Mrk 10:21). Dengan “memandang” Yesus ingin berkomunikasi lebih dalam –inner contact- dengan orang (anonim) ini. Yesus ingin agar ia “merasa dilihat”, “merasa diterima”, “merasa dikenal” oleh Yesus. Dengan cara ini Yesus mau menghantar dia menyadari bahwa mencari dan menemukan kebahagiaan bukan saja melalui penghayatan akan perintah Allah sifatnya mekanistis-formalistis, tetapi terutama melalui pengalaman kasih bersama Tuhan yang ‘ditangkap’ dengan bathin dan jiwa. Yesus mau tunjukkan bahwa Perintah Allah merupakan sarana untuk mewujudnyatakan kasih Tuhan yang berbela rasa dengan manusia maka penghayatan konkret perintah Allah mestinya sampai pada tahap berbela rasa kepada sesama. Karena dengan bela rasa yang tumbuh dalam diri akan mendorong orang untuk mewujudkan belaskasih Allah kepada sesama melalui tindakan belas kasihnya.
Rupanya pandangan Yesus tanpa kata kepada orang kaya ini penuh ‘touch’ pada sisi jiwanya menghantar si anonim ini untuk menyadari bahwa ada suatu bentuk kebahagiaan yang lebih tinggi dan mulia dari apa yang sudah dia gapai. Di saat dia merasa bahwa ada sesuatu yang masih kurang dan perlu diupayakan, Yesus memandangnya dengan penuh belas kasih sejati serta berkata terus terang kepadanya: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kau miliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutilah Aku.” (Mrk 10:21).
Sayang sekali, keterikatan si kaya anonim ini pada hartanya masih lebih kuat dari jenis kebahagiaan yang ditawarkan Yesus kepadanya. Hal ini tampak melalui reaksinya atas tawaran Yesus yang digambarkan oleh penginjil Markus di mana dia kecewa dan pergi dengan sedih karena dia memiliki banyak harta. Satu hal baik yang perlu kita renungkan juga yakni sikap Yesus pada si kaya anonim yang menolak tawaran kebahagiaanNya. Yesus tidak memaksa dia untuk harus mengikuti Dia. Yesus membiarkan dia memilih dengan penuh suka rela.
Sikap Yesus memberikan pesan tersendiri bagi kita bahwa Dia tidak mengecam kekayaan, tidak mengecam orang yang menawan rupanya, yang selalu berkeliling dunia, yang memiliki pakaian indah, mobil bagus, hp model terkini. Bukan ini yang Yesus dipermasalahkan. Yang Yesus inginkan adalah keberanian untuk tidak terikat dengan hal-hal yang dimiliki, untuk berani “melepas diri” dari hal-hal duniawi yang tampaknya dapat memberi jaminan akan kebahagiaan. Yesus ingin agar kita menaruh harapan, menaruh keyakinan kita padaNya seperti yang tertulis dalam surat rasul Petrus dalam bacaan pertama hari ini. Karena kemurahan hati Allah kita dilahirkan kembali “oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu” (1 Pt 1:3-4). Kebahagiaan kekal hanya pada Tuhan, hanya Dia yang mampu mengisi kekosongan hati kita. Meninggalkan semua yang membebani ziarah hidup menuju kebahagiaan sejati akan meringankan langkah kita untuk menjadi murid Yesus. Bersama Yesus kebahagiaan hidup kita akan menjadi sempurna, memiliki Dia sebagai Gembala hidup, kita tak akan kekurangan apapun (Mzm 23).
Setelah orang kaya itu pergi dengan sedih, Yesus memandang murid-muridNya dan berkata bahwa betapa sulitnya orang yang ‘beruang’ masuk ke dalam Kerajaan Allah, betapa sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Murid-murid pun bertanya jika demikian siapakah yang dapat diselamatkan? Atas kekhawatiran mereka Yesus sekali lagi memandang murid-muridNya dan berkata “bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah adalah mungkin bagi Allah” (Mrk 10:27). Keselamatan datang dari Tuhan, manusia tidak dapat memberi keselamatan. Tanpa Tuhan, kita tidak dapat memberi makna akan kehidupan ini, kita tidak dapat menemukan apa yang menghantar kita kepada kehidupan abadi, kebahagiaan kekal. Bersama Tuhan, semua yang tidak mungkin menjadi pasti, yang diperlukan adalah iman kepadaNya.
Doa:
“Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya”: biarkanlah hari ini kami mengalami kasihMu dan mampukanlah kami tuk dengan sukacita mengikutiMu sumber kebahagiaan sejati. Amin.
Oleh Sr. Maria Fransiska Manek, SFSC
(berkarya di Teano Provinsi Caserta-Italia Selatan)
Ada banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicetuskan oleh manusia sebagai pedoman dalam mencari kesejahteraan hidup. Apapun jalan pengetahuan yang ditawarkan manusia toh terbatas sifatnya.
Lalu apa sebenarnya yang membuat manusia bisa menggapai kebahagiaan sejati? Yesus melalui perumpamaanNya tentang ranting dan pokok angggur mau mengajar kita bhw kalau mau hidup bahagia selamanya maka perlu tetap menyatu dengan Tuhan.
Mengapa perlu demikian? Alasannya karena Dia adalah pencipta dan sumber hidup kita. Perumpamaan ttg Pokok Anggur mau meneggaskan hal ini. Karena itu kesediaan kita tetap menyatu dengan Dia menjadi syarat mutlak bila kita mau tetap hidup subur dan berbuah berlimpah.
Dengan tetap menyatu dengan Dia sebenarnya kita hidup dalam kemanjaan kasih dan perhatian Bapa yg penuh kasih. Karena dengan menyatu dengan Dia maka Tuhanlah yg memberi hidup kepada kita.
Sayang sekali manusia lebih suka mencari kehidupan di luar Tuhan. Namun toh pada waktunya mereka menyadari dan menemukan kembali bhw Tuhan lah sumber kehidupan yang sebenarnya.
Maka bacaan ini mau menyadarkan kita agar kita hendaknya tekun setia menyatu dengan Dia, Sang Pokok Anggur dan sumber kehidupan kita yang sebenarnya. Tujuan lain bacaan ini yakni kita juga dihimbau terus berupaya mengajak sesama kita yang melepaskan diri dari Tuhan dalam berbagai bentuk agar mereka kembali kepada Tuhan Sang Penjamin hidup sejati.
Semoga kita tekun setia menyatu dengan Tuhan pokok anggur kehidupan kita dan kita pun bersedia membagikan rahmat kasih Tuhan kepada sesama. Amin
Oleh Sr Eufrasia. SSpS.
(Komunitas SSpS Dili Timor Leste)
DOA PENEGUHAN
Tuhan Yesus, Sang Pokok Angggur. Syukur atas segala rahmatMu yg berlimpah dalam hidup kami. Semoga kami sebagai ranting-ranting anggur semakin setia menyatu dengan Dikau sehingga kami makin berbuah limpah. Karena Engkaulah sumber hidup kami kini dan selamanya. Amin.
(Sumber Inspirasi Kis-Ra 13:26-33 & Yoh. 14:1-6)
Begitu banyak kebijaksaan yang kita bisa dapatkan dari kesaksian hidup para Rasul dan jemaat Kristen perdana. Kedua yang disebutkan kita renungkan hari ini memberikan beberapa kebijaksanaan dari sekian banyak yang ditampilkan dan dihidupi oleh para pengikut Tuhan itu.
Injil Yohanes 14: 1-16 menyampaikan kepada kita pernyataan diri Yesus sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup. Apa yang disampaikan Yesus ini bisa saja sulit dipahami dari sisi historis-kemanusiaan Yesus yang lahir di Nazaret dan tumbuh kembang di sana. Namun bila hal ini disoroti dari sisi ajaran dan karya-karya Agung yang dilakukan-Nya, kita akan memahami dan mengakui bahwa Dia sungguh Jalan, Kebenaran dan Hidup. Karena ajaran-ajararanNya benar dan diamini Kebenarannya. Dan yang mengagumkan dalam diri dan Hidup Sang Guru Ilahi ini yakni: apa Dia yang diajarkan, Dia hidupi (lakukan) dan Dia hidupi itualah yang Dia ajarkan. Dengan demikian ada satu kesatuan antara kata dan perbuatanNya.
Bagi siapa saja yang sungguh mau mencari kebenaran sejati, dia akan dituntun untuk mencari dan terus mencari hingga menemukan, menyadari dan mengakui bahwa di tengah aneka jalan yang ditawarkan oleh dunia, Yesus lah jalan kebenaran yang sesungguhnya yang mampu menghantar manusia menemukan kehidupan sejati. Pengalaman kita bersama Tuhan tentu saja menyakinkan kita akan kebenaran ini. Karena itu memang benar dan pantas Yesus memproklamirkan diriNya sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup.
Dan siapa saja yang menemukan jati diri Yesus ini dalam proses pencarian, dia akan mengarahkan dirinya dan hidupnya dituntun oleh Yesus, Sang Jalan Kebenaran yang sebenarnya menuju kehidupan kekal. Inilah penemuan yang dialami oleh para murid dan jemaat Kristen perdana sehingga meskipun mereka mengalami banyak tantangan dan kesulitan, mereka tetap tekun dan berani mewartakan Yesus, sebagai Putra Allah yang datang untuk menuntun semua manusia pada jalan kebenaran dan hidup sejati.
Kebijaksanaan ini menjadi sebuah pencerahan bagi kita yang sedang dalam proses pencarian dan bersiarah di dunia fana ini. Kiranya kita semakin diyakinkan dalam pengalaman-pengalaman iman kita bersama Tuhan bahwa Yesus sungguh adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup. Dan semoga kita yang sudah diyakinkan melalui pengalaman iman yang kita alami, hendaknya kita menjadi Jalan-Jalan kecil bagi sesama kita guna menghantar mereka bisa menemukan Yesus sendiri sebagai Jalan Utama dalam siarah hidup mereka dan dalam proses pencarian mereka sehingga mereka boleh mengalami dan merasakan kebaikan kasih Tuhan dalam hidup mereka. Dengan demikian Yesus, Tuhan kita makin diakui sebagai Jalan, Kebenaran dan sumber Hidup sejati. Amin.
Oleh Ibu Maria Veronica Heriyati
(Pimpinan Komunitas Kerahiman Ilahi Alam Indah Tangerang-Banten)
Doa Peneguhan :
Yesus, Sang Jalan, Kebenaran dan Hidup sejati. Terima kasih atas segala tuntunanMu selama ini dalam hidup kami hingga saat ini. Semakin kami dari waktu ke waktu terus menyadari kehadiran dan peran sentralMu ini dalam hidup kami serta berupaya mengarahkan hidup kami sesuai jalan kebenaranMu sehingga kami pun mengalami keselamatan dan kebahagian sejati yang Dikau janjikan untuk kami. Sebab Dikaulah Tuhan dan Pengantara kami yang hidup dan bertahta bersama Bapa dan Roh Kudus, kini dan sepanjang segala masa. Amin.
Satu fenomena menarik yang melingkupi hidup manusia ‘zaman now’ yakni kebanyakan orang begitu gencar mengejar kebahagiaan namun tidak sedikit yang kurang mengalaminya. Padahal bila kita membandingkan sarana-sarana pendukung hidup manusia di masa sekarang dengan masa-masa sebelumnya terlihat jelas bahwa dunia sekarang jauh lebih baik sarana-prasarananya. Namun mengapa banyak orang kurang bahkan tidak mengalami rasa damai dan bahagia di zaman now ini?
Pernyataan Yesus, Sang Guru Ilahi dalam Injil Yohanes 10: 25 menjawab pertayaan tersebut dengan singkat, padat dan jelas. Dan jawaban itu adalah karena manusia tidak percaya kepada Dia, sebagai Putra Allah yang hidup yang datang membebaskan dan menyelamatkan. Ajaran dan karya ajaib sudah dibuatNya namun manusia tidak percaya. Inilah yang membuat manusia tidak mampu menggapai kebahagian sejati. Padahal kebahagiaan sejati manusia yang sesungguhnya adalah tinggal bersama Tuhan, Sang Pencipta dan penjamin hidup kita. Namun bahagia itu sirna dari kita lantaran dosa. Ketidakpercayaan akan Tuhan membuat manusia tidak percaya pula akan Sabda dan karya ajaib yang dilakukakannya. Dan tidak lanjut dari ketidakpercayakan ini yakni kita lebih mencari pertolongan di luar Tuhan.
Ada hal menarik dari fenomen ketidakpercayaan manusia akan peran Tuhan dalam hidupnya yang patut kita renungkan. Sekalipun manusia ‘menolak’ tawaran pertolongan Tuhan dan mencari pertolongan di luar Tuhan namun hasrat dan perjuangan mencari kebenaran dan kebahagiaan sejati akan menghantar dia menyadari bahwa apapun bantuan manusia atau dunia teknologi secanggih apapun toh terbatas kemampuannya. Pada saat yang sama kita menyadari pula bahwa Tuhan selalu mau menolong kita hanya kita lah yang menjauh dari Tuhan. Sikap demikianlah yang membuat kita seakan tidak punya kemampuan mendekati Tuhan. Akibatnya kita mengeluh dan terus mengeluh. Namun Tuhan tetap konsisten dengan identitas dan karakter diriNya sebagai Allah yang Mahamurah dan penuh cinta. Dia senantiasa berinisiatif menghampiri kita dalam sosok Yesus karena cintaNya yang tak terbatas kepada kita.
Inilah pengalaman iman para Rasul dan jemaat perdana. Mereka yang sebelum ragu, tidak percaya bahkan melarikan diri namun kemudian menjadi percaya karena mereka sendiri diteguhkan oleh perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan Tuhan kepada mereka dan melalui mereka. Dan mereka pun kemudian menjadi pewarta Sabda Tuhan dengan penuh keberanian (bdk. Kis. 11:20). Dengan warta ini dunia menikmati bahagia yang sesungguhnya.
Semoga kita pun dicerahi oleh Sabda Tuhan dalam proses pencarian kita guna menggapai kebahagiaan kita yang sesungguhnya yakni dalam Tuhan. Semoga Rahmat kebangkitanNya yang mengalahkan maut menungguhkan kita untuk untuk semakin percaya dan selalu mengandalkan Dia. Alleluya. Salve.
Oleh RD. Andreas Sika, Pr.
Pastor Pembantu di Paroki St. Yoseph Pekerja Penfui Keuskupan Agung Kupang dan juga Pembina Rohani (Pemroh) WKRI DPD NTT
Doa Peneguhan :
Ya Yesus, Sang Sabda yang hidup, tolonglah kami dalam perjuangan hidup kami agar senantiasa menjadikan Sabda-Mu sebagai KOMPAS penuntun langkah hidup dan perjuangan kami. Semoga kami juga menyadari kehadiran dan karya penyelenggaraan-Mu dalam peristiwa-peristiwa hidup yang kami alami sehingga kami diyakinkan selalu bahwa kami tidak pernah berjalan dan berjuang sendirian karena Dikau selalu menyertai dan menolong kami. Karena Dikaulah Tuhan dan Penolong kami yang hidup dan bersatu dengan Bapa serta Roh Kudus, kini dan sepanjang segala masa. Amin.
Sumber inspirasi Kis 9:1-20, dan Yoh 652-59
Saya tersentuh dengan bacaan-bacaan suci hari ini tentang pengajaran dan pernyataan Yesus sebagai Roti Hidup yang membahasakan keagungan kasih Tuhan bagi manusia melalui pemberian diriNya sebagai sumber kehidupan. Memang pernytaan demikian tentu saja membawa kebimbangan dan bahkan penolakkan. Mereka yang setiap hari berbicara dan berdiskusi tentang hal-hal duniawi, apa yang bisa dilihat dan disentuh, apa yg bisa dimakan dan diminum , ttg hal-hal yang konkrit, pasti akan kaget mendengar pernyataan Yesus bahwa dagingNya untuk dimakan dan darahNya utk diminum. Tidak gampang utk dimengerti oleh pikiran jasmani belaka. Hanya dengan kaca mata rohani kita akan mampu memahami peryataan Yesus itu. Yesus mau menunjukkan bahwa diriNya diberikan sebagai Roti Hidup yang turun dari surga. Anugrah kasih agung ini diwariskan kepada kita dan kita dapatkan dalam Ekaristi kudus.
Keterbukaan menerima Tuhan dan membiarkan diri dikuatkan serta dicerahi oleh tahmat kasihNya akan sangat besar faedahnya bagi hidup kita termasuk dalam relasi dengan sesama.
Karya pelayanan bersama keluarga-keluarga di Botswana dan Zambia Afirika selama 17 tahun memberikan saya banyak pelajaran akan hal tersebut. Banyak keluarga tertolong karena relasi erat keluarga mereka dengan Tuhan. Sebaliknya banyak pasutri yang tidak saling memahami, cecok dll kr kurang ditntun oleh nilai-nilai sejati yg sumbernya dari Tuhan akibatnya rumah tangga mereka bisa terancam bubar.
Karena itu upaya menata keluarga berdasarkan nilai-nilai sejati sangat penting. Perbedaan antara pasangan suami istri mengisyarakan kemungkinan utk bertengkar bahkan bisa sampai bercerai. Maka perlu diantisipasi dan dihadapi dengan pikiran dan hati bijak sehingga apapun situasi yang dihadapi mereka tetap kompak dan harmonis. Maka membentuk keluarga itu, mengandung PEKERJAAN RUMAH utk tetap mejaga Harmoni dalam perbedaan (menjaga keharmonisan dalam perbedaan).
Agar keluarga menjadi HARMONIS dan LANGGENG maka diharapkan pasangan suami istri memancang 5 PILAR UTAMA utk rumah tangga mereka yakni :
Bila keluarga tetap berpegang pada LIMA PILAR ini, walaupun tantangan hidup berkelurga semakin hari semakin kompleks, mereka akan tetap kuat , kompak dan harmonis.
Semoga bermanfaat.
Salam dalam Yesus Tuhan kita.
Oleh : Br Albert Babu, SVD
Pernah berkarya di Boitswana dan Zambia -Afrika. Sekarang bertugas sbg Sekretaris di Mission Offiie SVD Indonesia di Jakarta
Ajaran Yesus mengenai diriNya sebagai Roti Hidup adalah suatu peryataan yang sulit-sulit gampang dipahami tapi juga bisa gampang-gampang sulit khususnya bagi orang yang hidupnya sudah dikuasai oleh ketergantungan pada hal-hal material-jasmaniah. Bagi mereka yang belum pernah atau masih berjuang menemukan kebenarannya dalam kehidupan mereka sendiri akan sedikit bahkan sulit memahami ajaran Sang Guru itu. Namun bagi mereka yang sudah mengalami kebenarannya akan dengan mudah memahami ungkapan Yesus tersebut.
Terlepas dari sudah atau belum mengalami, Yesus mau meneguhkan kita bahwa DiriNya adalah Roti Hidup sebenarnya mau menunjukkan satu kebenaran hakiki kepada kita bahwa Dialah penjamin Hidup sesungguhnya yang sanggup memberikan kekuatan jasmani dan terlebih rohani berupa kedamaian, kelegaraan, sukacita dan bahagia. Sebab itu untuk bisa bertahan dalam hidup di dunia sementara dan bisa mendapatkan hidup kekal di dunia akhirat nanti, kita perlu menguatkan diri kita bukan hanya dengan makanan jasmani tetapi juga dengan makanan rohani. Keduanya dibutuhkan oleh diri kita yang terdiri dari jiwa dan raga kita. Makan makanan jasmani untuk menguatkan raga kita dan makanan rohani menguatkan kita jiwa kita sehingga kita tumbuh sebagai pribadi yang seimbang dan harmonis.
Dan kenyataan hidup manusia membenarkan hal ini yakni bahwa manusia hidup sehat tidak dari makanan jasmani saja. Dia bisa mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi tapi apalah artinya kalau pada saat yang sama pikiran dan hatinya banyak ‘menyatap’ hal-hal negatif seperti kemarahan, iri hati, cemburu, lobah harta, gila kuasa dll yang membuat dia tidak nyaman dan damai. Sebaliknya orang bisa saja makanan jasmani yang sederhana tapi sehat sejahtera karena hati dan pikiran selalu diliputi oleh rasa damai dengan diri dan orang lain, suka cita serta ketenangan hidup.
Contoh-contoh konkret ini meyakinkan kita mengakui bahwa untuk hidup sehat tidak hanya bertumpu pada hal-hal jasmaniah tapi soal situasi pikiran dan hati bathin juga turut bahkan sangat menentukan kebahagiaan hidup. Malah perjalanan ziarah bathin seiring usia akan menyadarkan dan meyakinkan kita bahwa justru hal rohani lebih dibutuhkan dalam ziarah iman kita bersama Tuhan. Kita pun makin dicerahi untuk memahami juga ajaran Yesus bahwa kita hidup bukan hanya dari hal-hal jasmani saja tapi hal-hal rohani juga (Matius 4:4). Pengalaman inilah yang meneguhkan Sostenes, filsuf brilliant itu sehingga mengatakan bahwa manusia dibentuk oleh apa yang ia doakan. Atau dalam terang kata-kata St Paulus dalam Roma 14:17 dikatakan di sana: Kerajaan Allah bukan soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita dalam Roh. Karena itu sangat tepat anjuran Yesus dalam Matius 6:33 agar kita perlu mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya dan hal-hal akan ditambahkan kepada kita. Penemuan kebenaran tersebut akan membuat kita seperti Filipus terdorong untuk mewartakan kebenaran, damai sejahatera dan suka cita karena di saat kita mengupayakan hal-hal tersebut bagi orang lain, di saat yang sama kita dapatkan untuk hidup kita.
Semoga kita makin dicerahi dan diyakinkan bahwa untuk bahagia dalam hidup tidak saja dijamin oleh hal material jasmaniah tapi terlebih oleh hal-hal rohaniah. Semoga Ekaristi Kudus menjadi saat emas kita mendapatkan kekuatan Roti Hidup dari Sabda dan Tubuh-Daah Tuhan. Kiranya dengan pengalaman penemuan akan kebenaran ini makin meneguhkan kita untuk menjadi Filipus-Filipus yang dengan suka rela dan penuh keberanian mewartakan Kerajaan Allah sehingga semakin banyak orang yang menemukan Yesus sebagai Roti Hidup penjamin hidup sejati dan turut mengalami kasih dan kekuatan Tuhan, Sang Roti Hidup.
Tuhan memberkati kita sekalian
Oleh. Romo Aldus Muspida, SVD
Misionaris SVD yang pernah berkarya di Botswana-Afrika dan sekarang mengabdi di Nias- Keuskupan Sibolga, Sumatra
MANUSIA merupakan makhluk monodualistis, artinya makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia hidup saling membutuhkan. Manusia semakin menyadari individualitas melalui kehidupan bersama orang lain. Esensi manusia sebagai makhluk sosial adalah kesadaran manusia tentang status dan posisinya serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan. Di lain pihak, manusia diciptakan berbeda satu sama lain. Perbedaan itu bisa menjadi alasan saling membutuhkan, tetapi juga menjadi ancaman yang melahirkan pertentangan.
Hidup bersama dalam nama Tuhan mengandung nilai-nilai kebersamaan sesuai dengan ajaran Tuhan. Seseorang disebut berdosa bila ia tak bisa hidup dalam kebersamaan dalam nama Tuhan. Dalam Injil Matius, Yesus memberi petunjuk bagaimana menyelamatkan orang yang hidup di luar kebersamaan. “Tegurlah dia empat mata, kalau tidak berhasil libatkan beberapa orang, dan kalau masih tidak berhasil sampaikan soal itu kepada jemaat. Kalau masih juga tidak berhasil maka orang tersebut dianggap tidak mengenal Tuhan sebagaimana dihayati dalam norma-norma kebersamaan” (bdk. Mat 18:15-20). Yang menarik dari petunjuk Yesus adalah sikap menghargai kebebasan individu dalam kebersamaan. Kesalahan dan dosa apapun yang dilakukan seseorang, jangan cepat menghakimi. Kita harus memberi ruang dan waktu, agar proses pertobatan dapat dijalani.
Makna kebersamaan terungkap dalam firman Tuhan: “sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Makna kebersamaan menurut firman Tuhan hari ini, hendaknya kita hidup bersama orang lain dan kebersamaan itu dalam nama Tuhan.
Yesus memanggil para murid untuk hidup bersama sebelum mereka diutus. Tinggal bersama Yesus menjadi hal yang sangat penting dalam proses menjadi seorang murid-Nya. Hidup bersama Yesus membawa dampak dalam kehidupan mereka secara pribadi, maupun dalam kebersamaan. Perubahan apa yang terjadi dalam hidup mereka? Para murid terpanggil untuk tumbuh dalam persaudaraan yang akrab denganYesus. Panggilan ini terungkap secara khusus dalam Injil Yohanes. Dalam cerita panggilan yang pertama (Yoh 1:39), Yesus mengundang murid-murid-Nya dengan mengatakan, “Marilah dan kamu akan melihatnya”, Yohanes menambahkan, “dan hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia.”
Hidup bersama Yesus merupakan puncak dari persahabatan dengan-Nya. Pada awal Injilnya Yohanes mengatakan “Mereka tetap bersama-Nya” (Yoh 1:39) dan menjelang akhir Injilnya Yesus sendiri menegaskan agar para murid “tinggal di dalam-Nya” (Yoh 15:14). Tinggal dalam Yesus memang tujuan dari kerasulan. “Tinggalah di dalam Aku dan Aku tinggal di dalam kamu”(Yoh 15:4). Pandangan yang sama diungkapkan St Paulus bahwa misinya kepada bangsa-bangsa sebenarnya adalah Kristus dapat menjadikan hati mereka sebagai rumah-Nya (Ef 13:17).
Dengan hidup bersama Yesus dan mengikuti-Nya, para rasul perlahan-lahan mulai belajar untuk berpikir dan bertindak seperti Yesus. Mereka mulai melihat masalah dan memecahkan persoalan berdasarkan pandangan Yesus. Dengan demikian, mereka ikut berperan serta melaksanakan kasih Yesus.
Yesus mengajak para murid untuk bersama dalam satu kelompok, tapi kadang terjadi ketegangan misalnya ada beberapa yang “mencari muka” (Mrk 10:38). Ini karena mereka orang biasa dan tak sempurna. Namun, Yesus menerima mereka dan mengajak mereka untuk berkembang sampai sungguh-sungguh menyadari arti mengikuti Yesus dan bertindak seperti yang dikehendaki-Nya.
Berkumpul atau hidup bersama dalam nama Tuhan menjadi inti dari seluruh kegiatan apostolik. Prasyarat karya apostolik yang berhasil adalah adanya pengalaman hubungan pribadi yang akrab dengan Kristus. Apa yang kita wartakan sebenarnya adalah hubungan kita yang mendalam dengan Kristus sendiri. Seperti Yohanes kita hendaknya juga mewartakan pengalaman kebersamaan kita dengan Kristus (1Yoh 1:1-4).
Pengalaman hidup umat perdana menjadi pelajaran bagi kita untuk merealisasikan ungkapan Yesus dalam Matius 18:20: “sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Gambaran tentang jemaat perdana dan bagaimana hidup bersama dalam nama Tuhan tertuang dalam Kisah Para Rasul 2:41-47 dan 5:32-35. Belajar dari umat perdana, maka kebersamaan dalam nama Tuhan membutuhkan pengakuan iman akan Yesus, mendengarkan firman-Nya, berdoa bersama, hidup berbagi khususnya bagi mereka yang berkekurangan.
Mgr John Philip Saklil
Bagaimana menyelaraskan nilai-nilai iman sejati dengan kecanggihan art...
Pada hari Sabtu, 15 Oktober 2022 yang lalu, Komunitas Verbum Domini (K...
Bible Zoom-Youtube Live-Streaming diadakan lagi oleh Tim Pengurus Pusa...
Tim Pengurus Pusat Spiritualitas (Puspita) Sumur Yakub SVD-SSpS Indone...
Tim Pengurus Pusat Spiritualitas (Puspita) Sumur Yakub SVD-SSpS Indone...
Nama yang dipilih untuk sentrum ini adalah “Pusat Spiritualitas Sumur Yakub” yang mempunyai misi khusus yaitu untuk melayani, bukan hanya anggota tarekat-tarekat yang didirikan Santu Arnoldus Janssen saja tetapi untuk semua... selebihnya