(suatu refleksi lanjut tentang bahan retret tahunan di Mataloko)
Refleksi sarat dan multi makna tentang makna dan peran ROTI yang disampaikan Pater Servinus Nahak SVD atau yang biasa disapa Pater Ve di renungan II Selasa pagi 25 Juni 2024, menjadi ajakan spontan yang menghantar kami para peserta retret masuk dalam permenungan pribadi. Bahan peremenungan yang disampaikan Ahli Kitab Suci lulusan Universidad Pontificia Comillas de Madrid- Spanyol itu menjadi penuntun yang mengajak kami melihat kembali memori kisah kisah kami untuk melihat sinkronisasinya dengan kehidupan dan karya perutusan kami.
Menyaksikan kekhusukan kami dalam nuansa hening, Pater Yan Jawa yang duduk di samping saya spontan berbisik: ‘bahan ini begitu menarik sehingga kita semua tenggelam dalam keheningan untuk merefleksikan pesan-pesan bahan ini’. Dan memang kami semua yang berjumlah 40 orang pastor-bruder yang mengikuti retret ini sungguh disapa oleh refleksi biblis kontekstual dari Pater Ve.
Salah satu bahan refleksi yang menarik untuk direungkan adalah point tentang Roti yang dipakai Abraham untuk menjamu tamunya sebagaimana dikisahkan dalam Kejadian 18:1-15. Dikisahkan di sana bahwa Abraham meminta Sarah istrinya menyiapkan roti terbaik bagi ketiga tamu mereka. “Lalu Abraham segera pergi ke kemah mendapatkan Sara serta berkata: "Segeralah! Ambil tiga sukat tepung yang terbaik! Remaslah itu dan buatlah roti bundar!" (Kej. 18: 6).
Jelas di sini bahwa Abraham dan Sarah menjamu tamu-tamunya dengan Roti terbaik yang dalam bahasa Ibrani disebut Solet, bukan roti biasa yang biasa dikonsumsi dalam keseharian hidup (yang disebut Qemah). Artinya Abraham dan Sarah memberikan yang terbaik dalam menjamu tamu-tamunya. Pater Ve juga menyajikan bahan menarik lain tentang makna ROTI baik dalam konteks biblis maupun dalam konteks kehidupan riil sehingga mengantar kami menemukan korelasi erat antara teks dan konteks nyata, baik pada masa silam maupun pada masa kini.
Point-point refleksi Biblis Kontestual tersebut spontan mengajak kami keluar dari ruangan menuju suatu ziarah bathin di seputar di Rumah Retret (RR) Kemah Tabor Mataloko tempat kami mengadakan retret ini. Ada yang merenung di kamar pribadi, ada yang sambil berjalan keliling tempat retret yang indah dihiasi kabut alam mataloko.
Tak sengaja kami beberapa orang berpapasan di jalan bagian timur RR Kemah Tabor yang didirikan sejak tahun 1932 ini. Kami spontan berbagi hasil refleksi tentang bahan yang baru saja kami dapatkan dan renungkan seturut konteks pengalaman kami. Dari komentar komentar terungkap jelas bahwa kami semua terkesan dengan bahan refleksi pagi ini. Dan salah seorang dari kami berkata: ‘bahan refleksi ini mengajak saya melihat bhawa kita semua telah menjadi roti hidup bagi Tuhan dan sesama melalui karya-karya mulia yang dilakukan selama ini. Setiap kita telah berkontribusi demi bertumbuh kembangnya Kerajaan Allah seturut tugas karya pelayanan kita’.
Dan bahan retret ini mengajak setiap kami merenungkan konkretisasi bahan permenungan ini dalam realita hidup dan kiprah pelayanan kami di tempat tugas kami. Dalam konteks bahan retret ini tentang ROTI spesial (Solet) bukan roti biasa (Qemah) yang dipakai Abraham saat menjamu ketiga tamunya, demikianpun kesetiaan dan dedikasi waktu dan talenta terbaik yang diberikan dalam karya pelayanan bertahun tahun para pastor bruder ini adalah bukti nyata bahwa misionaris-misionaris Tuhan itu seperti Abraham juga yang menyuguhkan bukan roti biasa (Qemah) tetapi ROTI KHUSUS (SOLET) kepada orang -orang yang dilayani selama ini.
Di akhir sharing spontan itu, ketika hendak beranjak ke kamar makan untuk haustus (tea-break), Pater Anton Hayon spontan berkata kepada Bruder Martin Bria: “wahhhh Bro, sepatu gagahnya bagus. Dari tampang material dan modelnya pasti mahal itu.” Mendengar kata-kata itu, Bruder Martin spontan menyampaikan kepada kami bahwa dia sendiri tidak tahu sepatunya itu berapa harganya. Alasannya karena sepatunya itu adalah hadiah dari Ibu Maria, pemilik SPBU Aegela yang akan segera mulai dibuka. Alasan Bruder Martin diberi hadiah sepatu itu sebagai salah satu bentuk ucapan terima kasih dan apresiasi atas kesediaan dan kebaikan hati Bruder Martin memberikan ‘training singkat’ kepada para pegawai Ibu Maria yang akan mengoperasikan SPBU milik Ibu Maria. Dan tentu saja ilmu serta keahlian yang dibagikan Bruder Martin bukan semata roti Qemah pengetahuan umum di atas kertas kuliah, tetapi Bruder Martin membagikan ROTI SPECIAL (SOLET) berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan mengolah SPBU SVD Ende di Tode Kisar bajawa selama tertahun tahun.
Maka dari kisah singkat tentang alasan di balik hadiah Sepatu dari Ibu Maria kepada Bruder Martin turut menegaskan satu point penting yang kami dalami dalam refleksi pagi ini tentang bagaimana menjadi Roti hidup dan alasan di baliknya. Sebagaimana disampaikan Pater Ve di renungan pagi ini bahwa setiap perjalanan hidup dan karya pengabadian yang luhur dan mulia adalah suatu bentuk nyata bagaimana mengolah dan menjadikan hidup dan bakat serta kemampuan kita menjadi ROTI yang hidup bagi sesama.
Kisah singkat Br Martin tentang kesediaannya membagikan pengetahuan dan keahlian, mengolah sebuah SPBU SVD Ende di Tode Kisar Bajawa, kepada pegawai-karyawan baru yang akan mengolah SPBU milik Ibu Maria, menjadi salah satu kisah nyata menjawab pertanyaan refleksi dari Pater Ve di akhir renungannya pagi ini: KAPAN DALAM TUGASMU: ANDA MERASA SUNGGUH SEPERTI ROTI YANG DIPECAH-PECAH SEHINGGA BERDAYA GUNA BAGI SESAMA.
Kisah kesediaan Br Martin membagikan pengetahuan dan keahliannya kepada para pegawai karyawan Ibu Maria merupakan salah satu contoh nyata bagaimana menjadi roti hidup. MENGAPA? Karena dengan kesediaan berbagi pengetahuan dan ketrampilannya, Bruder Martin telah menunjukkan bukti nyata bagaimana menjadikan diri kita, bakat, pengetahuan dan ketrampilan kita sehingga menjadi ROTI yang memberi daya kehidupan kepada sesama sehingga mereka pun hidup dan berdaya guna bagi orang lain juga.
Dan kisah Br Martin ini adalah salah kisah yang mengajak kita untuk merenungkan kisah-kisah kehidupan yang terjadi dalam hidup dan karya pengabdian kita sesuai jalan hidup, tugas dan peran yang dipercayakan kepada kita masing-masing.
Karena itu di akhir refleksi singkat ini, ijinkan saya mewakili semua orang yang pernah merasakan ROTI SOLET dedikasimu selama ini untuk menyampaikan ucapan limpah terima kasih dan apreasi disertai hormat yang tulus dari hati terdalam atas segala bentuk pengorbanan dan pemberian diri menjadi ROTI TERBAIK (SOLET ) untuk sesama melalui kebaikan hati dan dedikasi hidup dan karyamu. Tuhan yang melek mata hatiNYA pasti melihat semua kebaikan dan dedikasi luar biasa dan akan membalasnya dengan berkat berlimpahNya kepadamu.
Salam dan berkat
John Masneno, SVD (tim pengurus Puspita Sumur Yakub)