Selamat pagi saudara-saudari yg terkasih dalam Kristus Yesus.
Dalam perjalanan hidup panggilan kita masing-masing, seringkali kita berhadapan dengan pertanyaan bagaimana kita mesti menjadi bait Allah yang baik dan mempertahankannya.
Dalam bacaan pertama Nubuat yehezkiel menggarisbawahi gambaran bait Allah sebagai penyalur Rahmat dan berkat Tuhan. Dalam pengelihatannya itu, ia menemukan air yang membual keluar dari ambang pintu bait Allah dan memberikan kesejukan dan kehidupan kepada setiap mahkluk.
Sementara pada bacaan kedua, rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menuliskan dengan jelas bahwa kita (orang kristen) adalah bait Allah yang hidup. Bait Allah adalah suci dan Kudus dan dengan sendirinya sifat itu mesti tercermin dalam pribadi kita.
Berangkat dari kedua teks bacaan ini, sekiranya kita mampu belajar untuk mampu menyalurkan kebaikan bagi sesama. Kebaikan itu bisa berupa oleh Yehezkiel disimbolkan dengan air, sedangkan kita bisa melihat bentuk lain dari simbol tersebut. Air kebaikan itu bisa berupa tindakan atau tutur kata serta pola pikir positif yang kita miliki. Kebaikan-kebaikan tersebutlah yang kemudian kita bagikan kepada sesama sebagaimana air yang membuat dari bait Allah. Kita tentu berharap kebaikan-kebaikan itu mampu menyejukkan siapa saja yang kita temui dalam kehidupan kita sehari-hari; juga kita berharap bahwa air-air kehidupan itu bisa menghidupkan atau menginspirasi orang lain, "kemana saja sungai itu mengalir, segala mahkluk hidup yang berkeriapan di sana akan hidup".
Yehezkiel menggambarkan bagaimana aliran sungai itu mengalir ke arah Timur menuju laut mati dan membuat air laut itu tawar kembali. Satu fakta yang mesti kita pahami bahwa laut mati, dikatakan mati oleh karena kadar garam dalam airnya yang sangat tinggi sehingga tidak memungkinkan adanya kehidupan mahluk laut di dalamnya. Dengan kalimat "membuat air itu menjadi tawar" Yehezkiel memberi penekanan yang sangat penting tentang kuat kuasa air dari bait Allah, air yang mengalir dari kebaikan Allah. Demikian pula dengan kita, segala tindakan atau tutur kata kita sekiranya mampu berperan sebagai air yang tidak saja menyejukkan tetapi juga memberi dampak yang sangat besar bagi sesama dan situasi atau keadaan sekitar kita. Kita percaya bahwa segala tindakan kita yang bersumber dari Allah memiliki daya transformasi.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus Yesus, sebelum kita berbagi aliran kebaikan kepada sesama hal pertama dan utama yang mesti kita perhatikan ialah kita merupakan orang pertama yang mesti terbuka terhadap aliran kasih Tuhan. Bagaimana mungkin kita berbagi kebaikan kepada sesama sementara diri kita belum mengalami kasih Tuhan secara penuh. Umpama segelas air, pertama-tama kita mesti membuat diri kita penuh, dan dari kepenuhan itulah kita akan membaginya dengan sesama, "bagai air yang membual dari Bait Allah". Untuk itu sebagai bait Allah kita mesti kembali kepada sumber utama, yakni Allah.
Akhirnya, saya hendak mengajak kita sekalian untuk kembali kepada sentral kita yaitu Yesus Kristus. Dalam bacaan Injil kita telah menyimak bagaimana Yesus yang menyucikan bait Allah dari segala praktik pencemaran seperti berdagang dan tukar-menukar uang. Awalnya orang Yahudi tidak merasa itu merupakan suatu ketimpangan. Waktu demi waktu berlalu persoalan itu justru menjadi kebiasaan. Mereka tak lagi mengganggap itu salah. Kita pun seringkali bertindak demikian. Ada begitu banyak kebiasaan buruk yang kita pertahankan karena berawal dari pembiasaan yang salah, contohnya berkata kotor. Kita mencemarkan diri kita dengan kebiasaan atau kesalahan-kesalahan kecil. Namun hari ini kita perlu kembali kepada Yesus. Kita harus belajar sikap tegas dari Yesus agar berani menentang praktik yang salah dalam hidup kita. Selain itu kita juga memohon kekuatan Tuhan agar kita mampu berkomitmen terhadap hidup yang baik. Sebab semua itu bersumber dari Allah dan kembali kepada Allah.