Bersamaan dengan perayaan Waisak hari ini, saya mengajak kita sekalian merenungkan pesan Injil hari ini tentang jawaban bijak Yesus atas pertanyaan Petrus mengenai jaminan hidup bagi mereka sebagai pengikutNya. Membaca Injil ini dari kacamata seorang yang sudah tahu konsekuensi mengikuti Tuhan, kita akan spontan mengatakan bahwa permintaan Petrus itu sangat tidak sopan (impolite request). Namun bila membaca kisah itu dari perspektif impian seorang manusia yang berjuang mencari jaminan hidup atas dirinya, kita akan memahami bahwa permintaan Petrus itu layak diungkapkan.Mereka telah meninggalkan segala-segalanya yang telah mereka miliki dan mengikuti Tuhan yang akan memberi jaminan lebih baik dari apa yang mereka telah dapatkan sebelumnya. Namun Petrus belum melihat jaminan hal-hal lebih itu secara kasat mata.
Bisa dipahami bahwa sebagai seorang yang mau tahu hasil dari upayanya, dia pasti mau mencari tahu apa hasilnya, faedahnya, jaminan dari apa yang sedang dia perjuangkan. Ini suatu impian tak terucap dalam kata tapi ada dalam hati setiap pejuang hidup dan pekarya. Tidak mengherankan di saat impiannya itu masih penuh tanda bahkan sudah mulai menimbulkan ketidakpastian, keraguan dan kekaburan maka dia akan mempertanyakan hal itu sehingga dia mendapat kepastian. Dan siapa saja akan ingin mengetahui hal ini sehingga usaha dan perjuangannya tidak sia-sia.
Seorang gadis cantik dan kaya rela meninggalkan orang tua dan segala yang ada di rumah dan berani berkeluarga dengan pria pujaan dan pilihannya karena dia yakin dan menaruh harapan besar bahwa pria pilihannya itu sanggup memberi jaminan bagi hidupnya. Bila dalam perjalanan waktu dambaan yang sudah seharusnya terwujud tetapi juga belum terwujud maka wajar kalau dia pertanyakan atau menuntut jaminan. Atau seorang karyawan yang telah megnorbankan waktunya dan mengerahkan kemampuan terbaik untuk perusahaannya tentu akan menuntut bila perhatiaan dan jaminan perusahaan begitu-begitu saja padanya bahkan tak sebanding dengan apa yang dia berikan untuk perusahaannya.
Inilah impian-impian manusiawi yang ada dalam diri manusia dan kadang tanpa sadar diterapkan juga dalam jalan mengikuti Tuhan. Kadang impian manusia duniawi ini mendorong kita menuntut jaminan seperti yang terjadi dalam proses kehidupan di dunia fana material. Namun di sini Tuhan menuntun kita menyadari bahwa penjamin hidup kita adalah Tuhan sendiri yang seturut hakikat diriNya sebagai Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Dia menjamin kehidupan anak-anakNya bukan hanya dengan ukuran mereka tapi dengan ukuran cintaNya yang tak terbatas bahkan melampui ukuran manusia. Yang dibutuhkan di sini adalah kemampuan melihat bagaimana Tuhan merealisasikan jaminan cinta dan kebahagiaanNya dalam hidup. Karena itu sangat penting untuk mengetahui cara Tuhan mencintai dan memperhatikan kita dalam keseharian hidup kita.
Kegagalan menangkap perwujudan karya cinta Tuhan dalam hidup akan membuat kita mempertanyakan jaminan, imbalan, atau garansi hidup dari Tuhan. Inilah yang terjadi dalam diri Petrus. Karena itu tidak heran dia mempertanyakan jaminan hidup dari Tuhan baginya karena dia telah meninggalkan segala-galanya untuk mengikuti Tuhan. Hal ini terjadi dalam diriFilipus juga yang sudah mengikuti Tuhan bertahun-tahun tapi masih mempertanyakan kehadiran Tuhan dalam hidupnya hanya karena kelalaiannya menyadari kehadiran Tuhan di dalam pengalaman-pengalman hidupnya.
Mungkin hal ini juga kadang merupakan pengalaman kita. Maka yang diperlukan di sini adalah kesadaran (consciousness) akan melihat dengan mata iman bagaimana Allah mewujudkan cinta dan perhatian serta jaminan-jaminan yang telah, sedang dan akan terus dilakukannya dalam hidup kita karena Dia tidak mungkin mengibuli kita seperti yang dilakukan manusia kepada sesamanya. Menemukan perwujudan cinta Tuhan mulai dari hal-hal kecil dan sederhana akan memampukan kita melihat karya-karya akbar Tuhan dalam hidup kita, dan kita makin ‘ditarik’ menyelami misteri agung kasihNya dalam hidup kita.
Kesetiaan hidup menurut kacamata Tuhan dan upaya mencari dan terus mencari hal-hal yang sejati dengan sendirinya menuntun kita menemukan karya kasih agung Tuhan dalam hidup kita. Selain itu kita makin diarahkan menyadari dan membedakan hal-hal mana yang sifatnya fana-duniawi-sementara dan mana yang sejati.Kalau kita rendah hati dan terbuka untuk belajar dari jalan-jalan kebenaran di agama lain, kita bisa belajar dari Budha yang pestanya dirayakan hari ini oleh para pengikutnya. Dalam upaya mencari kebenaran tertinggi dan kesejatian hidup, Buddha juga menghadapi situasi keraguan, kegelapan, kebingungan, dan godaan. Namun dia tidak membiarkan dirinya tenggelaman dalam jaminan hal-hal fana dan sementara. Dia juga tidak menyerah dalam upaya mencari KESEJATIAN yang sesungguhnya. Dia tidak menyerah pada tantangan dan godaan serta kesanggsian. Kemampuan mendengarkan suara tuntunan Ilahi melalui berbagai macam cara akan membantu kita mengarahkan fokus kita pada tujuan yang sebenarnya harus dicari.
Hal ini dialami juga oleh Siddhārtha Gautamadalam proses pencarian kebenaran sejati hingga menjadi Buddha Gautama. Diceritakan bahwa Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua sedang menasihati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana dengan mengatakan:“Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya akan semakin tinggi. Kalau terlalu dikencangkan, putuslah senar kecapi ini, dan lenyaplah suara kecapi itu. Bila senar kecapi ini dikendorkan, suaranya akan semakin merendah. Kalau terlalu dikendorkan, maka lenyaplah suara kecapi itu.”Nasihat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang akhirnya memutuskan untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang telah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang tubuh pertapa Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir saja merenggut jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asattha) di Hutan Gaya, sambil ber-prasetya, "Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang belulang jatuh berserakan, tetapi aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai aku mencapai Pencerahan Sempurna."Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir saja Dia putus asa menghadapi godaan Mara, dewa penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan yang keras membaja dan dengan keyakinan yang teguh kukuh, akhirnya godaan Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi memperlihatkan dirinya di ufuk timur.Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-Buddha (Samma sam-Buddha), tepat pada saat bulan Purnama Siddhi di bulan Waisak ketika ia berusia 35 tahun (suber dari wikipedia).
Kisah ini bisa menjadi peneguh bagi kita dalam proses pencarian kita dan juga dalam upaya melepaskan diri dari segala jaminan duniawi dan beralih ke pencarian hal-hal yang sejati. Sebagai pengikut-pengikut Kristus khususnya kaum religius, dan biarawan-biarawati, kadang pengalaman rasul Petrus adalah pengalaman kita juga yang mungkin dalam hati kecil menuntut Tuhan"Kami telah meninggalkan segalanya dan mengikuti Engkau". Adalah benar bahwa sebagai orang beriman, sebagai orang terpanggil, kita telah meninggalkan segalanya bahkan telah mengorbankan semuanya dan mengikuti Tuhan. Tetapi bagi semua orang yang mengabdi Tuhan, tidaklah pantas dan tidak punya hak untuk berhitung-hitung mengenai kesuksesan, keberhasilan yang diraih. Orang beriman tidak patut mengaudit keuntungan dan kerugiannya, tidak boleh menilai upah atau pahalanya di hadapan Tuhan. Semakin dia melakukan hal itu justru semakin menunjukkan bahwa dia belum melihat karya cinta Tuhan dalam hidupnya yang terlampau banyak seturut sifat Allah yang penuh cinta.
Dan bila sikap itu dibiarkan(faktor mempertanyakan jaminan Tuhan)akan bisa merambah ke hal lain di mana kita bisa menjadikan panggilan sebagai suatu sarana mencari kenyamanan hidup ala dunia yang biasanya terangkai dengan impian terselubung mencari posisi, popularitas dan prestise. Benar bahwa menurut ukuran manusiawi, jika kita diukur dari segi ukuran dunia, panggilan hidup kita boleh dibilang sebuah prestasi, suatu hasil perjuangan berat yang bisa menyokong prestise dan menambah rasa bangga diri atau keluarga.Mungkin ada juga kebanggaan tersendiri dalam hati setiap kita karenatelah mengikuti panggilan Tuhan dan telah berbuat sesuatu sebagai perwujudan jawaban kita pada panggilan Tuhan.
Namun kalau arah kita ke sana maka hal ini justru akan menjadi batu sandungan bagi diri kita sendiri ketika berhadapan tuntutan Tuhan yang kadang berbeda dengan keinginan manusiawi kita. Apalagi dalam menziarahi panggilan Tuhan ada juga sisi misteri yang tak terselami. Di sini akan muncul persoalan bagi diri kita bila ternyata perhitungan dan harapan tidak searah dengan rancangan Tuhan bagi kita. Sebaliknya kesediaan hidup menurut tuntunan dan rancangan Tuhan akan lebih memudahkan kita menghadapi situasi-situasi tersebut yang kita alami dalam hidup kita karena satu keyakinan dalam hati yang terdalam bahwa rancangan dan rencana Tuhan selalu terbaik dari standar yang kita gunakan.
Mari kita semua berupaya mempersembahkan seluruh panggilan hidup kita kepada Tuhan sumber dan tujuan panggilan kita dengan pengorbanan dan pengabdian yg tulus, dalam iman, harap dan kasih yang bersahaja. Kita telah meninggalkan semuanya bukan karena hal-hal itu hina dan tak bernilai, tetapi karena kita percaya jalan dan racangan Tuhan jauh lebih bernilai, lebih luhur dan lebih muliakarena Dia sendiri adalah sumber hidup dan berkat bagi manusia. Dia bahkan memberikan jaminan bukan hanya kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di duniatapi juga kebadiaan hidup di akhirat nanti. Tuhan Yesus memberkati kita semua.
DOA PENEGUHAN :
Tuntunlah kami Ya Tuhan dalam perjuangan kami mengikuti Dikau agar kami mampu melihat karya cintaMu dalam hidup kami sehingga kami makin diyakinkan akan cinta dan perhatianMu yang tak terbatas dalam hidup kami. Bantulah kami juga agar senantiasa mengikuti jalan, rancangan dan kehendakMu dalam keseharian hidup kami sehingga KerajaanMu terwujud juga dalam hidup kami. NamaMu kami puji kini dan sepanjang masa kami. Amin.
Oleh Sr. Maria Yosefina Hoar Nahak, RVM
(berkarya di Komunitas RVM Settimo Torinese di Torino Italia)