Sahabat-sahabat Tuhan ytk,
Salam jumpa lagi di akhir pekan I di bulan September 2020 ini. Sebagaimana biasanya kita diajak di awal Ulasan Biblis Spiritual (UBS) ini untuk bersyukur atas segala kasih kemurahan Tuhan dan berkat-berkat-Nya yang telah kita terima sepanjang pekan ini. (hening sejenak mengenang perjalanan sepekan ini dan syukuri hal-hal yang telah dialami di minggu ini).
Kita diajak melalui UBS ini merenungkan beberapa pesan berhikmah dari Sabda Tuhan sepanjang minggu ini dalam hubungannya dengan tema Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) 2020 ini. Di UBS kali ini banyak ditampilkan ayat-ayat emas Sabda Tuhan sepanjang minggu ini agar menjadi bahan refleksi bagi kita. Ada tiga pokok permenungan yang ditawarkan di UBS ini, silahkan mendalami semuanya atau memilih topik yang cocok dengan pengalaman iman atau situasi bathin/kata hati masing-masing:
- Korelasi Visi Misi Yesus dan Tema Umum BKSN 2020
Injil sepanjang pekan ini menampilkan visi misi Yesus dan bagaiamana Dia mewujudkan-Nya dalam hidup: kata dan tindakan-Nya.
"Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." (Luk 4:18-19- bacaan Injil Senin, 31 Agustus 2020).
Seluruh hidup dan karya Yesus termasuk kisah-kisah yang ditampilkan Injil selama minggu ini menampilkan perwujudan visi-misi Yesus tersebut. Hal ini menjadi bahan refleksi bagi kita di BKSN ini yang bertemakan Mewartakan Kabar Gembira dalam Krisis Iman dan Identitas. Kehidupan Yesus adalah contoh baik bagi kita bagaimana memupuk iman kita dan identitas kita sebagai anak-anak Tuhan.
Relasi yang harmonis dan mendalam dengan Bapa dan Roh-Nya memampukan Yesus hidup dan berkarya dalam kasih dan kuasa Bapa serta Roh Kudus. Iman-Nya yang kokoh akan Bapa-Nya dan penyelenggaraan Roh semakin memperkokoh identitas diri-Nya sebagai Putra Allah. Karya-Nya jelas menampakkan diri-Nya sebagai Yang diutus Bapa-Nya untuk menyelamatkan dunia dan menghantar kembali manusia menuju kebahagiaan abadi. Identitas diri-Nya yang jelas ini turut memperjelas visi misi dan arah hidup serta karya-Nya.
Dalam perspektif demikian, kita diajak di BKSN ini untuk semakin memperdalam relasi kita dengan Allah Tritunggal sehingga semakin memperkokoh iman kita kepada Tuhan dan identitas diri sebagai anak-anak Tuhan yang hidup dari, oleh, untuk Tuhan.
Karena itu dalam upaya mengakrabkan diri dengan Sabda Allah di BKSN ini, kita diajak merenungkan: apa yang patut saya renungkan dan upayakan perwujudannya dalam kaitan dengan tema BKSN 2020 Mewartakan Kabar Gembira dalam Krisis Iman dan Identitas.
- Pesan-pesan Apostolik St. Paulus di 1 Korintus
Topik kedua ini mengajak kita merenungkan situasi hidup dan kebersamaan kita dilingkup kita berada berdasarkan tema BKSN 2020 Mewartakan Kabar Gembira dalam Krisis Iman dan Identitas dalam konteks krisis iman dan identitas yang dialami umat di Korintus pada masa Paulus.
Sepanjang minggu ini, kita dicerahi oleh Surat Pertama Santu Paulus kepada Jemaat di Korintus dengan pesan-pesan yang sangat relavan dengan situasi kehidupan kita. Keadaan umat di Korintus waktu itu diliputi oleh berbagai situasi, baik situasi kondusif maupun sebaliknya. Situasi kondusif seperti munculnya banyak komunitas rohani dengan kegiatan-kegiatan mereka. Situasi memprihatinkan saat itu yakni adanya aneka masalah sosial dan moral, serta krisis iman dan identintas (arah hidup dan pelayanan).
Hal yang patut disayangkan saat itu yakni timbul kecenderungan di antara komunitas-komunitas rohani itu untuk membangga-banggakan kelompoknya dan pendamping- pendamping rohaninya seperti kelompok: Paulus, Kefas Apolos dll. Keadaan demikian mensetir komunitas ke arah percecokkan, perselisihan, iri hati, persaingan tidak sehat dan kompetisi ala dunia: siapa yang terbaik, tersukses, komunitas mana yang terbanyak jumlah anggotanya, dlI. Inilah krisis iman dan identitas yang dialami umat di Korintus saat itu. Maka Paulus mengirim surat kepada mereka dengan beberapa pesan penting sebagaimana kita renungkan sepanjang pekan ini:
- Pesan agar Menaruh Perhatian pada Karya Roh Allah Dalam Hidup dan Pelayanan
Rasul Paulus berupaya membimbing umat di Korintus agar mengarahkan hidup dan karya mereka dalam tuntunan Roh Allah. Terhadap kecenderungan umat dan komunitas-komunitas di Korintus yang membangga-banggakan Paulus dkk. sebagai pendamping spiritual, Paulus dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa kedatangan dan karya mereka di Korintus bukan karena kemauan dan kemampuan mereka, tetapi semuanya itu bisa terjadi demikian karena kasih karunia Allah. Maka Tuhan lah yang mesti diakui dan diagungkan, bukan diri mereka.
Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan. Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar. Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah. (1Kor 2:2-5).
- Pesan agar Memahami Kharisma Diri dan Komunitas Sebagai Anugerah Allah
Senada dengan hal tersebut di atas, Paulus mengingatkan orang-orang dan komunitas di Korintus yang membanggakan kemampuan dan karisma yang dimiliki. Menurut Paulus, Allah dan Roh-Nya yang patut dimuliakan karena segala kemampuan dan karunia berasal dari Allah. Paulus menegaskan bahwa orang yang dituntun oleh Roh Allah tentu menyadari, menerima dan mengakui karya Roh Allah ini dalam dirinya.
Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita. Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh. (1Kor 2:12-13 _ Bacaan I Selasa, 1 Sept.)
Pada bagian lain di Surat yang sama Paulus menulis:
Janganlah ada orang yang menipu dirinya sendiri. Jika ada di antara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, biarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat. Karena hikmat dunia ini adalah kebodohan bagi Allah. Sebab ada tertulis: "Ia yang menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya." Dan di tempat lain: "Tuhan mengetahui rancangan-rancangan orang berhikmat; sesungguhnya semuanya sia-sia belaka." (1Kor 3:18-20 _Bacaan I Kamis, 3 Sept.)
Saudara-saudara, kata-kata ini aku kenakan pada diriku sendiri dan pada Apolos, karena kamu, supaya dari teladan kami kamu belajar apakah artinya ungkapan: "Jangan melampaui yang ada tertulis", supaya jangan ada di antara kamu yang menyombongkan diri dengan jalan mengutamakan yang satu dari pada yang lain. Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya? (1Kor 4:6-7_Bacaan I Sabtu, 5 Sept.).
- Pesan agar Menghindari Sifat Iri Hati dan Sikap Suka Membanding-bandingkan demi Menepis Perselisihan dan Perpecahan
Kerinduan Paulus agar umat Korintus terhindar dari situasi buruk di lingkup mereka maka dia menekankan di suratnya factor pentingnya menepis sifat dan sikap negatif dalam diri dan komunitas yang bisa berefek kurang baik pada kehidupan bersama.
Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? Karena jika yang seorang berkata: "Aku dari golongan Paulus," dan yang lain berkata: "Aku dari golongan Apolos," bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi yang bukan rohani? Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. (1Kor 3:3-4,6-7 _bacaan I Rabu 2 Sept.)
Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah milikmu: baik Paulus, Apolos, maupun Kefas, baik dunia, hidup, maupun mati, baik waktu sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya kamu punya. Tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah. (1Kor 3:21-23_ bacaan I Kamis 3 Sept)
- Pesan agar Menghindari Sikap Suka Menghakimi Sesama
Efek lanjut dari sikap membanding-bandingkan adalah munculnya sikap suka menghakimi sesama secara tidak adil. Maka Santu Paulus mengajak umat di Korintus agar membangun sikap apresiasi dan menghindari sikap suka menghakimi sesama.
Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai. Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku sendiripun tidak kuhakimi. Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan. Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah. (1Kor 4:2-5_bacaan I Jumat 4 Sept.).
Bagaimana situasi diri dan komunitas saya: apa pesan Paulus di atas yang patut direnungkan dan diupayakan dalam komunitas kami?
- Hidup adalah Proses Belajar Menyesuaikan diri dengan Rancangan Tuhan
Inspirasi di balik munculnya topik ini yakni arti Pohon Salib pada Logo BKSN 2020 dan bagaimana diaplikasikan dalam ketiga figur yang ditampilkan di bacaan-bacaan suci pada hari Minggu, 30 Agustus lalu yakni Nabi Yeremia, Rasul Paulus dan Rasul Petrus.
Figur Petrus yang dimunculkan di Injil hari itu menjadi hentakkan yang patut direnungkan pesannya karena sikap Petrus itu bertolak belakang dengan pernyataanya sebelumnya. Petrus yang sebelumnya mengakui Yesus sebagai Mesias, Putra Allah Yang hidup, justru kemudian melarang Yesus yang Mesias untuk menolak Jalan Salib yang hendak ditempuh Yesus.
Mengapa Petrus bersikap demikian?
Karena pemahaman Petrus tentang Mesias dan Salib masih sangat kuat dipengaruhi konsep berpikir orang yahudi waktu itu. Mesias dipahami sebagai: Utusan Allah yang penuh kemuliaan, kuat kuasa, gagah perkasa seperti Raja Daud; yang mampu menyelamatkan umat Israel secara ajaib seperti yang dilakukan Musa dahulu kala. Dan karena Petrus telah menyaksikan beberapa peristiwa ajaib yang dilakukan Yesus maka dia menjadi yakin bahwa Yesus adalah Mesias, penolong dan penyelamat manusia yang Mahakuasa.
Inilah yang membuat dia tidak bisa memahami dan menerima jalan penderitaan Salib yang disampaikan Yesus karena bagi mereka Salib merupakan tempat hukuman mati bagi para penjahat dan penghojat Allah. Di sini kita bisa melihat bahwa Petrus belum mampu memahami secara total pikiran Allah dan rancangan Allah, atau dalam bahasa Nabi Yesaya: rancanganKu bukanlah rancanganmu: dan jalanmu bukanlah jalan-Ku. Maka kata-kata Yesus saat itu (‘enyahlah Iblis’) merupakan ‘cambuk’ baginya agar menyesuaikan persepsinya dengan rancangan dan jalan Allah.
Memang kalau kita menilai Petrus hanya diri sikapnya di peristiwa tersebut, kita akan menilai dia sebagai murid yang tidak mau menderita. Namun membingkai sikap Petrus itu dalam seluruh perjalanan imannya dengan Tuhan hingga ajalnya, kita menemukan suatu pesan kehidupan bagi diri kita juga bahwa HIDUP ADALAH SEBUAH PROSES BELAJAR MENYESUAIKAN DIRI DENGAN RANCANGAN TUHAN. Petrus belajar menjadi murid dan rasul Tuhan dari satu peristiwa ke peristiwa lain, dari satu pengalaman ke pengalaman lain dari waktu ke waktu sejak awal dia dipanggil hingga ajalnya.
Dari perspektif ini kita menemukan satu hal mengesankan dalam kemuridan Petrus bahwa sekalipun di kisah itu, dia memprotes dan menolak jalan Salib Tuhan, namun dia tidak berhenti di situ. Dia terbuka menerima pencerahan Tuhan dan Gurunya, serta terus mengikuti Tuhan belajar dan belajar: dia terus berupaya menyesuaikan pemahamannya dengan kehendak Tuhan dari satu peristiwa ke peristiwa lain termasuk di peristiwa penyaliban Tuhan.
Inilah salah satu keunggulan pribadi Rasul Petrus yang kadang bahkan seringkali berpikir dan bersikap menurut "maunya dia" namun dia terus berjalan mengikuti Tuhan. Mengesankan untuk di renungkan bahwa Petrus yang dulunya menolak dan melarang Yesus menempuh jalan Salib, dia justru kemudian bersedia rela mati di salib bahkan dia sendiri meminta disalibkan dengan posisi terbalik karena dia merasa bahwa pengorbanannya tak seberapa dengan pengorbanan Yesus, Tuhan dan Gurunya.
Di salah satu suratnya dia menorehkan pemahamannya tentang arti pengorbanan sekaligus ajakkan bagi kita:
Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejakNya. (1Ptr 2:19-21).
Bukan suatu kebetulan kisah di Injil hari pada hari Minggu itu disandingkan dengan pernyataan Nabi Yeremia dan ungkapan iman Rasul Paulus. Karena sesungguhnya ada kesamaan intisari berhikmah dari ketiga figur itu bahwa hidup adalah tuatu proses belajar dari waktu ke waktu untuk menyamakan cara pandang kita dengan racangan Tuhan.
Nabi Yeremia, yang dulunya memprotes penggilan Tuhan saat dirinya dipanggil karena faktor usianya yang masih sangat muda (18 tahun), namun setelah menjadi nabi Tuhan bertahun-tahun dia menulis suatu kesaksian terbalik di tulisannya (Bacaan I Minggu, 30 Sept); Engkau telah membujuk aku, ya TUHAN, dan aku telah membiarkan diriku dibujuk; Engkau terlalu kuat bagiku dan Engkau menundukkan aku. Aku telah menjadi tertawaan sepanjang hari, semuanya mereka mengolok-olokkan aku. (Yer 20:7)
Demikian pula Rasul Paulus yang dahulunya mau membunuh orang -orang kristen justru kemudian rela mempersambahkan dirinya untuk disalibkan demi Kristus dan umat-Nya. Dan dia pun mengajak kita untuk berani mempersembahkan diri bagi Allah dan sesama (bacaan II Minggu 30 Agustus lalu):
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. (Rom 12:1-2)
Inilah suatu kesaksian iman bahwa ketika diri kita sudah dirasuki oleh kasih Allah kita akan menghidupi spiritualitas Allah dimana kita mau berkorban sehabis-habisnya untuk kepentingan umatnya. Tentu upaya meraih impian ini membutuhkan proses sinkronisasi pemahaman dan semangat hidup dari waktu ke waktu. Kisah hidup ketiga figur ini mau mengajar dan mengajak kita untuk terus belajar dan belajar dalam perjalanan hidup ini; terus berupaya menyesuaikan cara pandang dan semangat hidup kita dengan rancangan dan karya Tuhan.
Apa saja perubahan cara pandang dan semangat hidup yang telah, dan yang perlu saya upayakan dalam perjalanan saya bersama Tuhan yang saya ikuti?
Selamat merenung, Tuhan memberkati.
Oleh: P John Masneno, SVD (Sekretaris Eksekutif Pusat Spiritualitas Sumur Yakub)