Penyair W.S. Rendra dalam puisinya berjudul ‘Mazmur Mawar’ menulis:
kita muliakan nama Tuhan dengan segenap mawar
kita muliakan Tuhan yang manis, indah dan penuh kasih sayang
Tuhan adalah serdadu yang tertembak
Tuhan berjalan di sepanjang jalan becek sebagai orang miskin yang tua dan bijaksana
dengan baju compang-camping membelai kanak-kanak yang lapar
----
Dan sekarang saya lihat
Tuhan sebagai orang tua renta, tidur melengkung di trotoar,
batuk-batuk karena malam yang dingin
dan tangannya menekan perutnya yang lapar
Tuhan telah terserang lapar, batuk dan salesma, menangis di tepi jalan
Wahai Ia adalah teman kita yang akrab!
Marilah kita datang kepada-Nya
Kita tolong teman kita yang tua dan baik hati
Larik-larik puisi Rendra ini menggambarkan Yesus, yang hari ini naik ke surga, sebagai Raja yang mulia. Ia mulia bukan karena segala kemewahan, kemapanan, dan kemahakuasaanNya yang tak terbatas. IA mulia karena ia menyatukan diriNya dengan orang-orang miskin yang lapar dan berpakaian compang-camping; IA mulia karena ia berani turun dari segala kemahaan-Nya di surga dan menyatu dengan kanak-kanak yang lapar di sepanjang jalan; IA mulia karena IA berpihak pada para korban yang seringkali begitu mudah dilupakan oleh sanak keluarganya sendiri; IA mulia karena ia selalu tergerak untuk menghapus air mata orang-orang yang menangis di tepi jalan ketika anggota keluarganya tampak masa bodoh.
Yesus dalam puisi Rendra adalah raja yang berani melakukan revolusi pelayanan dan merombak secara tajam konsep-konsep kekuasaan. Ia adalah Raja yang menjadikan jalan-jalan becek sebagai istana; Raja yang menjadikan orang-orang lapar dan sakit sebagai prioritas nomor satu; Raja yang berpakaian compang-camping ketika dunia terlanjur terseret dalam mode dan busana yang serba mewah; Raja yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sahabat bagi orang-orang yang seringkali disingkirkan oleh keluarganya sendiri. Raja yang berkata, “Sekalipun seorang ibu melupakan engkau, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat aku telah melukis engkau di telapak tanganku.”
Dengan gaya seperti ini, Yesus sebenarnya menggelorakan, apa yang kita sebut sebagai revolusi kekuasaan: menjadi raja dengan jalan menghambakan diri. Ia adalah raja yang memilih jalan pengorbanan dan penghambaan diri: menangis bersama yang menangis, tertawa bersama yang tertawa hingga merelakan diri-Nya sendiri sebagai kurban. Ketika kita begitu bangga dengan semua hal yang kita miliki secara berlimpah lalu menutup pintu rumah kepada para tetangga yang memohon bantuan kita; ketahuilah di atas salib, ada seorang Raja yang menjadi tuan atas semua itu, namun memilih menjadi miskin dan memberikan semua yang ia miliki karena cinta.
Tuhan memanggil kita untuk meneladani jalan-jalan pelayananNya ini. Ia memanggil kita untuk menjadi gembala yang baik, gembala yang mampu mengendalikan diri sendiri, sebelum mengendalikan orang lain. Gembala yang tahu bahwa anggota komunitas menjadi dekat bukan hanya karena berada di bawah satu atap rumah yang sama, tetapi terutama karena kesatuan hati dan kedekatan emosional. Komunitas kita mesti menjadi tempat semua rindu bermula, juga berakhir: ketika engkau tinggalkan komunitasmu meskipun sejenak, selalu ada rindu untuk kembali, karena kasih yang engkau temukan di sana selalu memanggilmu untuk pulang. Bukan sebaliknya, ketika satu kali engkau tinggalkan komunitas, engkau berharap untuk tinggalkan komunitas itu selamanya dan tidak pernah kembali; karena di komunitas tak ada lagi tempat untuk kasih, hanya ada gosip, dengki, dan dendam.
Saudara-saudara terkasih,
Sukacita Kenaikan Tuhan ke surga, yang kita rayakan hari ini, bukan hanya tentang Tuhan yang telah naik ke surga, tetapi juga tentang kasih Tuhan yang berbela rasa, yang membuka pintu masuk bagi kita menuju kehidupan baru. Hari Raya Kenaikan Tuhan adalah sebuah panggilan untuk saliing melayani, untuk tidak mudah menyerah kalah pada keadaan, untuk hidup dalam damai, untuk beralih dari kecenderungan menang sendiri. Kenaikan Tuhan dan janji pencurahan Roh Kudus adalah sebuah harapan sekaligus jaminan bahwa Tuhan tidak pernah tidur, bahwa Tuhan tidak pernah kalah, dan bahwa Ia selalu ada dan berjalan bersama kita menuju kehidupan baru yang lebih baik.
Kisah Rara Rasul dalam bacaan pertama melukiskan kisah kenaikan Yesus ke surga yang disaksikan oleh para murid dan orang-orang Galilea. Sebelum kenaikanNya ke surga, Yesus memberi mandat kepada para murid untuk menjadi saksi kasihNya di Yerusalem, di seluruh Yudea dan Samaria, hingga ke ujung bumi. Misi perutusan yang sama, Yesus embankan kepada kita hingga saat ini. Yesus mengutus kita untuk menjadi saksi kasihNya dan menjadi tanda damai bagi semua orang. Tetapi bagaimana kita bisa bersaksi tentang damai Tuhan, bila hidup bersama kita masih diwarnai pertengkaran? Bagaimana kita bisa bersaksi tentang damai Tuhan, bila hati kita sendiri belum damai, bila masih ada dendam dan luka-luka masa lalu yang belum tersembuhkan?
Kita pertama-tama membutuhkan damai itu di dalam hati kita masing-masing. Satu-satunya sumber damai sejati kita adalah Yesus sendiri. Yesus menghadiahkan kita damai karena IA tahu, hal paling pertama yang kita butuhkan di dunia ini adalah hati yang damai. Kalau hati kita tidak damai, kita akan mudah menaruh curiga, mempersoalkan segala sesuatu, dan cenderung mempersalahkan orang lain. Kalau hati kita tidak damai, kalau kita menaruh benci pada orang lain, hal baik apapun yang diperlihatkan orang yang kita benci, akan selalu buruk di mata kita. Kita dipanggil untuk membangun komunitas kita sebagai rumah damai: rumah yang tiang-tiangnya terbuat dari sikap saling menerima, yang temboknya terbuat dari sikap saling memaafkan, yang alasnya berupa kasih, yang jendela serta pintunya berupa sikap saling terbuka.
Saudara-saudara terkasih
Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus dalam bacaan kedua, melukiskan Yesus sebagai Imam Agung abadi. Paulus menulis, “Kristus jauh lebih tinggi daripada segala pemerintah dan penguasa, kekuasaan dan kerajaan serta tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini melainkan juga di dunia yang akan datang.” Yesus adalah Imam Agung yang mencintai kita dengan kasih yang kekal. Jawaban kita terhadap kasih Yesus adalah dengan senantiasa menjaga hati kita, menjaga perilaku kita, serta menjaga tubuh kita agar tetap murni di hadapan Allah. Mari kita berusaha untuk menjadi murni sejak dalam pikiran kita dengan cara tidak menaruh prasangka buruk terhadap sesama, meminimalisasi umpatan dan cercaan kepada sesama. Kalau kita mengharapkan agar kelak kita menikmati damai di surga, maka damai yang sama itu, harus kita perjuangkan sejak di dunia ini.
Dalam bacaan Injil, penginjil Markus menginformasikan kepada kita bahwa peristiwa kenaikan Yesus ke surga terjadi saat Yesus sedang memberkati para murid. Seperti dahulu Ia memberkati para murid, berkat yang sama, Yesus wariskan kepada kita. Pelukisan seperti ini, hendak mengingatkan kita bahwa karena telah menerima berkat dari Yesus, kitapun diutus untuk menjadi berkat bagi sesama. Kita tidak perlu membayangkan bahwa panggilan menjadi berkat Allah itu mesti ditampakkan dalam hal-hal yang luar biasa. Kita sudah menjadi berkat ketika kita mampu menjalankan peran kita sebagai anggota SVD dengan baik, ketika kita terlibat aktif dalam kegiatan di komunitas, ketika kita mampu menjaga mulut kita dari kecenderungan bergosip, ketika kita rendah hati untuk mengakui kesalahan kita, ketika kita tidak memaksakan kebenaran sendiri.
Saudara-saudaraku, di dunia ini tidak ada musuh, yang ada hanyalah para sahabat yang berbeda pendapat dengan kita. Mari kita berjuang untuk menerima perbedaan dengan hati yang lapang dan setia memperjuangkan damai: damai di hati, damai dalam komunitas kita. Mari kita saling mencintai, sebab cinta, seperti kata Santo Josef Freinademetz, adalah satu-satunya bahasa di dunia ini, yang bisa dimengerti oleh semua orang.
Selamat merayakan Hari Raya Kenaikan Tuhan, semoga semakin memperkokoh Iman dan kesetiaan kita dalam mengikuti Tuhan dan melayani sesama.