Saudara-saudariku yang terkasih dalam Kristus,
Salam jumpa melalui renungan ini. Sabda Tuhan hari ini penuh makna untuk direnungkan. Dan saya yakin saudara-saudari menemukan ayat atau pesan tersendiri untuk direnungkan secara pribadi. Saya secara pribadi tersentuh dengan Efesus 2:8 “Sebab berkat kasih karunia kalian diselamatkan oleh iman. Keselamatan itu bukanlah hasil usahamu,melainkan pemberian Allah”
Bagi saya secara pribadi, teks ini bukan suatu teori teologi tentang Allah tetapi suatu kenyataan yang saya alami dalam hidup saya dan menghantar saya meyakini kebenaran teks ini. 19 tahun silam, saya berkenalan dengan seorang pria. Awal perkenalan kami itu terjadi di sebuah acara remaja, Valentine Day saat itu saya berlibur di kampung. Pertemuan itu terjadi secara tak sengaja juga, karena komunikasi awal sangat alamiah di mana dia menyampaikan kepada saya bahwa ada tissue yang menempel di wajah saya. Itu saja komunikasi awal kami saat itu, tidak ada percakapan lebih lanjut di acara malam itu karena kami tidak saling mengenal, dan kami pun langsung pulang ke rumah kami masing-masing seusai acara tersebut.
Rupanya dari tisu yang menempel di wajah saya malam itu mendatangkan tisu lain yang turut menempel di hatinya pada saya. Diapun menggunakan PHB (penghubung) yakni teman saya untuk menghubungi saya. Si PHB itupun mulai menjalankan tugasnya. Dari PHB itu kami saling mendapatkan nomor satu sama lain. Beberapa hari kemudian, telpon saya berdering dan ternyata dari si pelacak hati itu. Dia ngajak JJ (jalan-jalan) seperti layaknya remaja yang lagi dalam sesi PDKT, tetapi masih ditemani si PHB kami itu.
Singkat cerita kami jadian sebagai sahabat dekat (pacar), namun apa mau dikata saya harus segera balik kuliah karena liburan telah usai. Anehnya, beberapa bulan kemudian ternyata dia nyusul saya dengan alasan mau kuliah juga di kota tempat saya kuliah. Dalam hati saya membathin ‘ehm ini org mau kuliah sungguhan atau cuma ngejar saya’. Ini bukan tanpa alasan saya berpikir demikian, karena sejauh informasi yang saya tahu, namanya sudah tercatat di kampus karena faktor kuliah, putus kuliah, kuliah lagi bla-bla-bla.
Apa mau dikata, kami sudah berada bersama di kota yang sama. Selama di kota tersebut, penjajakan berlanjut mulai terjadi. Dari browsing lanjut itu saya tahu bahwa dia memang berasal dari keluarga yang broken home dimana papanya meninggalkan mereka (dia bersama mamanya) pada saat dia masih kecil. Akibatnya sang mama harus menjadi single parent yang harus membiayai dia dan belum lagi membiayai tante/om (adik mamanya).
Akibatnya dia dibesarkan oleh tante (kakak mamanya). Menariknya, dia terbuka apa adanya menceritakan masa silamnya dia termasuk pengalaman kelamnya dimana dia terjerumus dalam penggunaan obat-obat terlarang. Menurut cerita dia, waktu itu dia bisa menelan pil ekstasi sampai 7 butir sekali makan sehingga dia pernah hampir over-dosis.
Waktu berlalu begitu cepat, tanpa disadari masa pacaran kami sudah berlangsung 5 tahun dan banyak suka duka telah kami lalui bersama termasuk harus menghadapi situasi jadi-tidak jadi. Karena dengan situasinya demikian sudah pasti orang tua saya tidak setuju kalau saya menjalin hubungan dengan orang demikian.
Tetapi entah mengapa, dalam bathin terdalam saya ada keyakinan: ‘ini orang yang Tuhan beri kepada saya apapun kejelekan masa lalunya.’ Saya terus membawa dia pada Tuhan melalui doa-doa saya dan mempersembahkan dia pada Tuhan. Sikap apa adanya dia membuat saya memahami situasinya dan mengerti bahwa dia mengalami hal-hal tersebut hanya karena kurang adanya kasih sayang dari orang tua (khususnya dari figure seorang ayah) dan tidak mendapatkan sosok seorang ayah sebagaimana mestinya.
Singkat cerita, dia mulai ikut katekumen dan mulai dibaptis di kota tempat kami kuliah, dan kami mulai sama-sama belajar mengenal Tuhan. Bantuan teman-teman di sekitar kami punya andil luar biasa dalam proses pertumbuhan iman kami kepada Tuhan dan relasi kami berdua.
Bersyukur walaupun kami di kota besar yang nota bene katanya kalau di kota nanti kehidupan lebih bebas dsb, namun hal itu tidak terjadi pada kami. Malahan di kota itu, kami semakin mengenal Tuhan yang sebelumnya mungkin kami sudah tahu tetapi belum terlalu mendalam. Sungguh karya Tuhan luar biasa di dalam perjalanan relasi kami sehingga akhirnya kami resmi menikah sebagai suami istri Katolik. Dan kami dikaruniai dua orang anak (putra dan putri) yang kini sudah memasuki usia remaja.
Pesan iman yang mau saya bagikan melalui sharing pengalaman nyata dan pengalaman pertumbuhan iman saya yakni bahwa keselamatan itu bukan semata hasil karya manusia, tetapi karena kehendak Tuhan, pemberian Tuhan secara cuma-cuma. Asal kita mau datang padaNya, terus belajar, berjuang dan berserah pada-Nya, maka kuasa Tuhan akan bekerja secara luar biasa dalam diri dan hidup kita. Ketekunan dan kesetiaan dalam mengikuti Tuhan meskipun kadang harus berhadapan dengan tantangan dan kesulitan namun akan berbuah limpah dalam kehidupan kita.
Puji Tuhan, saat ini kami sudah pulang kampung (pulkam) dan menetap di sana. Kami boleh aktif bersama di paroki kami, sembari kami masih terus belajar bagaimana menjadi pribadi yang berkenan bagi Tuhan. Kami berupaya tidak hanya aktif di kegiatan gereja tetapi juga bagaimana kami bisa menerapkan kasih itu dalam keseharian hidup kami dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat.
Inilah alasan saya begitu tersentuh dengan teks bacaan I hari ini khususnya Efesus 2:8 “Sebab berkat kasih karunia kalian diselamatkan oleh iman. Keselamatan itu bukanlah hasil usahamu, melainkan pemberian Allah”. Teks ini mengena hati saya karena sungguh terbukti kebenarannya dalam hidup saya. Karena karya karunia Tuhan kami bisa mengenal dan bertumbuh dalam iman padanya dan membuat kami seperti diri kami saat ini.
Semoga cerita ini, boleh menjadi inspirasi bagi saudara-saudari, khususnya bagi pasangan muda/i dalam memilih pasangan hidup dan mau bersama-sama melayani Tuhan dimanapun kalian berada. Saya mensharingkan kisah kami apa adanya sebagai suatu wujud terima kasih kami kepada Tuhan. Semoga bermanfaat. Tuhan memberkati kita semua. Amin
Oleh: Tresia H. (Paroki St. Mikael Palopo-Sulawesi Selatan)