Merenungkan pesan Sabda Tuhan hari ini dari 2 Raja 17 dan Matius 7:1-6, saya melihat bahwa pesan ini sangat cocok dengan situasi kehidupan kita akhir-akhir ini. Kita semua tahu kenyataan dunia kita sekarang ini di mana manusia mudah sekali menghakimi atau mengadili orang lain. Anehnya sikap cepat menghakimi orang lain ini tidak dibarengi sikap mengoreksi diri sendiri bahkan boleh dibilang sulit dilakukan. Mungkin salah satu alasan klasik dalam hal ini yakni sikap bathin merasa diri lebih baik dari orang lain atau juga sikap suka menuntut orang lain secara berlebihan.
Yesus justru mengajarkan kepada kita dalam teks Injil hari ini untuk melihat dan mengoreksi diri kita sendiri dahulu sebelum melihat dan mengoreksi kekurangan dan kesalahan orang lain. Peringatan ini tentu saja tidak bermaksud menghilangkan praktek koreksi-mengoreksi di antara kita. Yang dimaksudkan Yesus di sini adalah perlunya sikap koreksi orang lain disertai kesadaran akan ketidaksempurnaan diri dan kesediaan mengoreksi prasangka dan kesalahan sendiri juga. Artinya sikap koreksi mengoreksi lebih didorong oleh sikap tulus untuk saling memperbaiki dan mengarahkan ke hal yang lebih baik. Bukannya menyudutkan orang lain dengan menunjuk kesalahannya tanpa disertai kesediaan membuat hal yang sama pada diri sendiri. Padahal mungkin kesalahan kita lebih besar dari orang yang kita ‘pojokkan’ sebagaimana perbandingan selumbar dan balok yang dipakai Yesus dalam Injil.
Sekali lagi kelemahan kita pada umumnya adalah sikap mudah menghakimi orang lain tapi enggan mengoreksi diri. Hal ini akan terus terjadi kalau kita belum sadar bahwa tidak seorang pun sempurna di dunia ini. Sebenarnya kalau kita renungkan, semakin kita melakoni hal itu (menghakimi dan menuntut orang lain tanpa sikap yang sama dari diri kita) justru di situlah tampak kelemahan kita; makin tampak jelas bahwa kita rapuh karena tidak berkaca pada diri sendiri. Dan kita akan terus menuntut orang lain melakukan segala sesuatu tanpa cacat, dan harus serba sempurna seturut apa yang kita pikirkan dan rasakan. Bukankah sikap demikian sama dengan sikap bangsa Israel yang tegar hati dan menuntut Tuhan seperti yang mereka pikirkan, hingga bermuara pada sikap mendua hati.
Maka pertanyaan di sini adalah apakah kita seperti bangsa Israel yang sering menuntut Tuhan tapi lupa melihat kebaikan Tuhan dalam hidup kita? Apakah kita juga mudah memojokkan orang lain tapi kita sendiri enggan mengoreksi diri?
Mari kita merenungkan kebenarannya dalam diri kita masing-masing seraya membangun sikap adil dalam diri untuk berani mengoreksi diri juga bila ada sikap suka mengoreksi orang lain. Kita juga berniat menumbuhkan sikap tulus dalam koreksi-mengoreksi dengan intensi mulai untuk memperbaiki dan membangun kebersamaan kita bukan sebaliknya.
DOA PENEGUHAN:
Tuhan yang mengetahui baik siapa di kami dalam konteks-Mu hari ini. Tuntunlah kami untuk menghayatinya dalam kebersamaan kami. Tumbuhkan kebaranian untuk berani melihat diri sendiri sebelum melihat kekuarangan orang lain. Berikan kami juga keikhlasan dalam upaya saling memperbaiki demi sesuatu yang lebih baik dalam kebersamaan kami satu sama lain. Dengan demikian kami memancarkan cahaya kasih suka cita dan cinta damai dalam kehidupan bersama sehingga namaMu dimuliakan selamanya. Amin
Oleh Ibu Maria Veronica Heriyati (Pimpinan Komunitas Kerahiman Ilahi Alam Indah Tangerang-Banten)