Dalam beberapa kesempatan, di tengah pertemuan sebuah keluarga besar, biasanya ada orang-orang tertentu yang menjelaskan daftar silsilah keluarga. Tujuannya ialah agar generasi-generasi berikutnya dalam keluarga bisa mengenal dengan baik keluarganya terdahulu. Pengenalan ini amat dibutuhkan agar bisa dibangun sikap saling menghormati antara satu sama lain sesuai dengan norma kesopanan, atau tata susila dalam hubungan kekerabatan. Selain itu, penjelasan ini juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam memilih pasangan hidup. Misalnya, ketika seorang anggota keluarga memutuskan untuk menikah, penjelasan tentang daftar silsilah keluarga dapat memberi kepastian bahwa orang tersebut tidak terhalang oleh ikatan keluarga dengan kekasih yang ingin dinikahinya. Karena itu, daftar silsilah keluarga hendaknya jangan diremehkan.
Dalam Injil hari ini (Matius 1:1-17), kita mendengar deretan silsilah Yesus. Mungkin kita bertanya, mengapa penginjil Matius mencatat silsilah ini bahkan menjadikannya sebagai pembuka Injil. Padahal ada begitu banyak nama yang terdengar asing di telinga kita. Kita juga bahkan tidak mempunyai koneksi dengan nama-nama itu atau tidak mempunyai gambaran tentang mereka. Akan tetapi, Matius punya pesan yang ingin disampaikan melalui daftar silsilah Yesus itu. Matius mau mengingatkan kita bahwa Yesus yang saat ini kita nantikan kedatangannya, sungguh-sungguh adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia. Allah masuk dalam misteri dan sejarah keselamatan manusia dan tinggal di antara kita.
Melalui silsilah Yesus ini, Allah mau menegaskan dimensi kemanusiaan Yesus. Dalam iman Katolik, kita tahu bahwa Yesus adalah Allah Putra dalam kesatuan dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Yesus adalah Allah yang hidup dari kekal hingga kekal. Ia sama sekali tidak terbatas, apalagi terperangkap dalam ruang dan waktu. Namun, kejatuhan manusia dalam dosa tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dosa harus segera dilenyapkan agar manusia bebas dari kebinasaan. Oleh karena cinta-Nya yang begitu besar kepada manusia, Allah Allah rela merendahkan diri serendah-rendahnya dan menjadi manusia. Allah masuk ke dalam dimensi ruang dan waktu agar dari tengah kehidupan manusia, Allah dapat mengarahkan manusia kembali kepada-Nya. Yesus Kristuslah Allah yang menjadi manusia, sama seperti kita. Maka silsilah Yesus Kristus menjadi penting untuk menunjukkan bahwa Allah benar-benar menjadi manusia. Ia memiliki riwayat keluarga yang jelas. Namun, kemanusiaan Yesus tidak serta merta menghilangkan hakikat-Nya sebagai Allah. Ia sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Yesus itu tetap 100% Allah, 100% manusia.
Selanjutnya, dari deretan silsilah itu, Allah juga mau menegaskan bahwa dalam sejarah keselamatan manusia, ternyata ada banyak orang kudus yang dilibatkan. Tetapi, tak dapat disangkal pula bahwa dari deretan silsilah itu juga, terdapat banyak orang yang tergolong sebagai pendosa. Ada penjahat, pembunuh, pezinah, bahkan perampok. Tetapi, yang menarik ialah bahwa Allah sedikit pun tidak menyangkal mereka sebagai bagian dari sejarah keselamatan manusia. Mengapa demikian? Sebab Allah mau menunjukkan bahwa kehadiran-Nya di tengah kehidupan manusia bukan hanya untuk mereka yang hidupnya kudus. Allah mau merangkul semua orang tanpa terkecuali. Bahkan Ia rela datang ke dunia dan menjadi manusia pertama-tama untuk para pendosa, sebagaimana yang pernah Ia ungkapkan: “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa supaya mereka bertobat.” (Luk. 5:32)
Deretan silsilah itu ditutup dengan pernyataan: Yakub memperanakkan Yusuf, suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus. Ini berarti bahwa Yesus menjadi penyempurna atas semua yang ada. Melalui Injil hari ini, kita diingatkan kembali untuk menyadari panggilan kita sebagai anak-anak Allah dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena itu, ketidaksempurnaan, kelemahan, dan kerapuhan kita sebagai manusia hendaknya menjadi alasan utama untuk selalu berharap dan bersandar pada Tuhan. Tuhan harus menjadi kesimpulan, pusat, tujuan, dan puncak hidup kita di dunia ini. Semoga.
Oleh Frt Arkian Biaf, SVD